Etika Profesi Kepabean Menurut Dessy Nurjanah

Kode etik profesi itu merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.

Etika Profesi Kepabean Menurut Dessy Nurjanah
Etika Profesi Pabean | JPNN.com

Di Indonesia, sumber pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, pendapatan negara non-pajak, dan hibah. Penerimaan pajak ini sendiri merupakan sumber pendapatan utama negara yang diambil dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, pajak penjualan atas barang mewah, pajak ekspor, pajak perdagangan internasional serta bea masuk dan cukai.

Salah satu dari sumber penerimaan pajak yang memiliki peranan penting dan memberikan perkembangan yang cukup pesat di bidang industri dan perdagangan yaitu pajak perdagangan internasional impor atau kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean serta dikenakan pajak bea masuk. Barang impor yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas ke dalam daerah pabean pada saat kedatangannya wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai, ataupun barang impor yang dikirim melalui pos atau jasa titipan hanya dapat dikeluarkan atas persetujuan pejabat bea dan cukai.

Bea masuk adalah pungutan atau bea dari barang impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Penyelundupan barang yang sering terjadi untuk menghindari kewajiban membayar bea masuk atas suatu barang impor dibagi atas dua macam, yaitu penyelundupan fisik yang diatur dalam Pasal 26b ayat (1) Ordonasi Bea, yaitu “Barang siapa yang mengimpor atau mengekspor barang-barang atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang-barang tanpa mengindahkan akan ketentuan-ketentuan dari ardonansi ini dan dari reglemen-reglemen yang terlampir padanya, atau yang mengangkut ataupun menyimpan barang-barang bertentangan dengan sesuatu ketentuan larangan yang ditetapkan berdasarkan ayat kedua pasal 3, dihukum dengan hukuman-penjara selama-lamanya 2 tahun atau dengan denda setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah.”

Dan, penyelundupan administratif ialah memberikan informasi salah tentang jumlah, jenis atau harga barang dalam pemberitahuan impor, penyimpanan dalam entrepot, pengiriman ke dalam atau ke luar daerah pabean atau pembongkaran atau dalam sesuatu pemberitahuan tidak menyebutkan barang-barang dengan barang-barang lain yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara termasuk bagi perekonomian negara.

Untuk menghadapi persaingan dengan negara lainnya, negara Indonesia harus mengupayakan perbaikan sistem dalam tatanan hukum yang dapat mendukung kegiatan perdagangan nasional maupun internasional yang semakin modern dan bersifat mendunia sehingga hukum yang dilahirkan tidak tertatih-tatih mengikuti perkembangan zaman yang begitu pesat utamanya di era digitalisasi saat ini.

Demi menekan tingkat penyelundupan yang terjadi di bidang ekspor impor yang paling sering terjadi dalam kegiatan kepabeanan, maka negara perlu menghadirkan sebuah solusi hukum / kode etik  untuk menaikkan in come perkapita negara dari aspek penerimaan negara, selain menjaga kedaulatan suatu negara, termasuk dari sisi pengamanan lalu lintas keluar masuknya barang. Aspek tersebut menjadi pendorong utama dalam diciptakannya Undang-Undang Kepabeanan yang telah diatur dengan Undang-Undang No.10 Tahun 1995. Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan telah diberlakukan, namun perilaku pelaku bisnis masih tetap melakukan penyimpangan (perbuatan melawan hukum) sehingga esensi dari Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 dipandang perlu lagi diperbaharui guna mengakomodir segala problematika hukum yang masih ditemukan.

 

1. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos, yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline whichcan act as the performance index or reference for our control system". Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self control", karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial(profesi) itu sendiri.

 

2. Pengertian Profesi dan Profesional

Profesi adalah pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. 

Profesional adalah pekerja yang menjalankan profesi. Setiap profesional berpegang pada nilai moral yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Dalam melakukan tugas profesi, para profesional harus bertindak objektif, artinya bebas dari rasa malu, sentimen, benci, sikap malas dan, enggan bertindak. Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan atau kekayaan materiil duniawi.

Harus kita ingat dan pahami betul bahwa “Pekerjaan/Profesi” dan“Profesional” terdapat beberapa perbedaan yaitu:

Profesi:

  • Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
  • Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).

Profesional:

  • Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
  • Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
  • Hidup dari situ.
  • Bangga akan pekerjaannya.

Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran, guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri, sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian profesi.

 

3. Pengertian Kode Etik Profesi

Sebelum kita masuk pada kode etik seorang tenaga profesional alangkah baiknya kita mengetahui apa itu kode etik. Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan, atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan, atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. 

Kode etik dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.

Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan ke dalam standar perilaku anggotanya. Nilai profesional paling utama adalahkeinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.

 

4. Tujuan Kode Etik

Secara umum tujuan kode etik adalah agar seorang profesional dapat memberikan jasa sebaik-baiknya kepada konsumen dan mencegah perbuatan yang tidak profesional. Tujuan dari rumusan kode etik profesional antara lain:

  1. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
  2. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
  3. Untuk meningkatkan mutu profesi.
  4. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
  5. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
  6. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
  7. Menentukan baku standarnya sendiri.

 

5. Fungsi Kode Etik

Kode etik profesi itu merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:

  1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya, bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
  2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya, bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangansosial).
  3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

Dalam bidang kelistrikan, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara profesional dengan klien, antara para profesional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya pemasangan atau perancangan instalasi listrik.

Seorang profesional tidak dapat memasang atau merencanakan suatu instalasi listrik semaunya, tetapi harus mengacu pada norma-norma standarisasi kompetensi personil dan pelatihan yang berlaku secara internasional dan juga mengacu pada peraturan-peraturan dan situasi keahlian teknik di dalam negeri.

 

6. Kode Etik Pabean

Majelis/Komisi Kehormatan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai, yang selanjutnya disebut Majelis adalah tim yang bersifat tidak tetap (ad hoc) yang dibentuk di lingkungan Kementerian Keuangan dan bertugas melakukan penegakan atas pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh pegawai berdasarkan asas kejujuran dan keadilan. Pelanggaran adalah segala bentuk ucapan, tulisan, gambar dan/atau perbuatan pegawai yang bertentangan dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

LANDASAN PERILAKU PEGAWAI

Dalam berperilaku sehari-hari setiap pegawai harus berlandaskan pada;

  1. Nilai-nilai
  2. Nilai dasar Aparatur Sipil Negara

Memegang teguh ideologi Pancasila;

  1. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah;
  2. Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
  3. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
  4. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
  5. Menciptakan lingkungan kerja yang non-diskriminatif;
  6. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
  7. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
  8. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;
  9. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dansantun;
  10. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
  11. Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
  12. Mengutamakan pencapaian basil dan mendorong kinerja Pegawai;
  13. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
  14. Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yangdemokratis sebagai perangkat sistem karier

Nilai-Nilai Kementerian Keuangan

  1. Integritas, yang berarti seluruh pegawai harus berpikir,berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh Kode Etik dan prinsip-prinsip moral;
  2. Profesionalisme, yang berarti seluruh pegawai harus bekerja dengan tuntas dan akurat berdasarkankompetensi terbaik dan penuh tanggung jawab sertakomitmen yang tinggi;
  3. Sinergi, yang berarti seluruh pegawai harus berkomitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas;
  4. Pelayanan, yang berarti seluruh pegawai harus memberikan pelayanan untuk memenuhi kepuasan para pemangku kepentingan dan dilaksanakan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat, dan aman; dan
  5. Kesempurnaan, yang berarti seluruh Pegawai harus senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik.

Kode Etik dan Kode Perilaku

  1. Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Integritas;
  2. Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Profesionalisme;
  3. Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Sinergi;
  4. Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Pelayanan; dan
  5. Kode Etik dan Kode Perilaku Nilai Kesempurnaan.

PENCEGAHAN

Untuk mencegah terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku, seluruh pimpinan unit Eselon I harus:

  1. Memberdayakan Unit Kepatuhan Internal;
  2. Berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan pengawasan internal;
  3. Membangun koordinasi dengan penyelenggara pendidikan dan pelatihan serta pembina kepegawaian pusat atau unit di lingkungan Kernenterian Keuangan dalam mengupayakan pemahaman Kode Etik dan Kode Perilaku bagi Pegawai; dan
  4. Menginternalisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan ketentuan yang berhubungan dengan penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku kepada Pegawai di lingkungan

PENEGAKAN

  1. Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku
  2. Penegakan Atasan Langsung
  3. Pembentukan Majelis
  4. Mekanisme Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku oleh Majelis
  5. Sanksi Moral

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Seluruh hasil pemrosesan terhadap dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku, yang meliputi:

  1. Laporan Hasil Penelitian;
  2. Berita Acara Dialog Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku;
  3. Laporan Hasil Sidang Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku; dan/atau
  4. Keputusan pengenaan sanksi moral, disampaikan secara berjenjang kepada Sekretariat Unit Eselon I atau unit setara Eselon II yang menangani kepatuhan internal di unit Eselon I masing-masing sebagai bahan penyusunan laporan monitoring dan Pimpinan Unit Eselon I menyampaikan laporan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Inspektur Jenderal dengan tembusan kepada Sekretaris Jenderal c.q. Kepala Biro Sumber Daya Manusia.Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling kurang 1 (satu) tahun sekali dan dapat dilakukan secara manual dan/atau elektronik.

Inspektur Jenderal melakukan koordinasi dengan atasan langsung dalam hal:

  1. Atasan langsung belum melakukan penelitian atas dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh bawahannya;
  2. Terdapat ketidaksesuaian dalam menentukan simpulan dan rekomendasi hasil penelitian oleh atasan langsung; atau Pejabat yang Berwenang tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi dari Majelis Kode Etik

  

Kesimpulan atau Penutup 

Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi, setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.

Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mandarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. 

 

Referensi atau Daftar Pustaka 

  1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.01/2007
  2. Peraturan Mentri  Keuangan Nomor 161/PMK.01/2012
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.01/2007
  4. Undang-Undang No.10 Tahun 1995

 

Penulis:

  1. Dessy Nurjanah (Mahasiswa Universitas Panca Sakti Bekasi - Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi)

  2. Dr. Son Haji, S.Ag, MM (sebagai dosen pengampu)

Penyunting Naskah:

  1. Nurdiansyah