Ilmuwan Brasil Temukan Cara Deteksi Malaria dengan Smartphone

Ilmuwan Brasil temukan cara deteksi malaria dengan smartphone yang membuat pencegahan malaria bisa lebih intensif.

Ilmuwan Brasil Temukan Cara Deteksi Malaria dengan Smartphone
Aplikasi smartphone pendeteksi malaria

Cara deteksi malaria kini makin canggih, salah satunya dengan bantuan smartphone. Sebuah riset menemukan bahwa saat ini sebuah spektrometer yang dioperasikan smartphone telah dikembangkan untuk mendeteksi perubahan dalam darah yang disebabkan oleh malaria. 

Alat deteksi yang cepat, terjangkau, dan non-invasif dapat membantu mempercepat kemajuan deteksi penyakit malaria dalam memenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan dari PBB untuk memberantas malaria. 

Strategi teknis global WHO untuk malaria 2016–2030 bertujuan untuk mengurangi kejadian malaria dan angka kematian setidaknya 75 persen pada tahun 2025 dan berlanjut menjadi setidaknya 90 persen pada tahun 2030 dibandingkan garis Tahun 2015.

Pada Tahun 2021, insiden dan kematian kasus malaria naik drastis sebesar 48 persen. Untuk membantu kembali ke target pencegahan agar tetap di jalur prediksi semula, para peneliti dari Australia dan Brasil telah menemukan spektrometer inframerah genggam yang dioperasikan dengan smartphone yang menyinari cahaya inframerah selama sekitar lima detik pada telinga, lengan, atau jari seseorang untuk mendeteksi perubahan dalam darah yang disebabkan oleh malaria.

Alat ini dapat digunakan untuk skrining universal yang diusulkan WHO yang merupakan bagian dari strategi eliminasi malaria saat ini.

Jika peneliti sukses mendeteksi sebagian besar pasien tanpa gejala, mereka bisa menerima perawatan lebih dini dan hal ini bisa mencegah penularan ke orang lain, terutama anak-anak di bawah usia lima tahun.

Dengan menyorotkan cahaya ke bagian tubuh, tanda inframerah akan terdeteksi melalui ponsel atau computer seperti penjelasan Lord, seorang peneliti di Fakultas Ilmu Biologi Universitas Queensland, kepada SciDev.Net. Tanda infra merah ini merupakan cerminan dari apa yang ada di aliran darah seseorang. Seperti malaria menginfeksi sel darah merah yang menyebabkan perubahan struktural dan kimiawi pada tubuh. Perubahan inilah yang diamati pada alat deteksi smartphone tersebut.

Algoritme komputer kemudian digunakan untuk mengembangkan algoritme prediktif yang dapat membedakan orang yang terinfeksi malaria dari yang tidak terinfeksi, yang bisa memberikan hasil secara real-time.

Spektrometer siap pakai ini berharga sekitar US$2.500, tetapi tidak memerlukan prosedur pemrosesan sampel atau reagen untuk beroperasi dan karena itu dapat dengan mudah ditingkatkan untuk memindai sekitar 1.000 orang per hari per perangkat.

Alat ini merupakan hasil kolaborasi penelitian antara Universitas Queensland Australia dan Instituto Oswaldo Cruz di Brasil.

Teknologi ini juga dapat membantu mengatasi penyakit yang ditularkan melalui vektor lainnya, seperti Zika dan demam berdarah pada orang tanpa gejala, yang bertindak sebagai reservoir penularan oleh nyamuk.

Laporan Malaria Dunia 2022 WHO menekankan perlunya investasi dalam pengadaan alat-alat baru, bersamaan dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pendanaan. Diperkirakan ada 619.000 kematian dan 247 juta kasus malaria secara global pada tahun 2021.

Sementara negara-negara Afrika menyumbang sekitar 95 persen kasus dan 96 persen kematian, sembilan negara endemik malaria di kawasan Asia Tenggara menyumbang sekitar dua persen dari beban malaria tahun lalu.

Pada tahun 2021, lebih dari tiga perempat kasus malaria di wilayah Asia Tenggara WHO terkonsentrasi di India dengan peningkatan kasus juga terlihat di Bangladesh, Republik Rakyat Demokratik Korea, dan Indonesia. Di wilayah Pasifik Barat WHO, Papua Nugini menyumbang 87 persen dari semua kasus pada tahun 2021, diikuti oleh Kepulauan Solomon, Kamboja, dan Filipina.

Penasihat Riset Senior Konsorsium Malaria Jane Achan mengatakan, Diagnostik yang sensitif akan memainkan peran kunci dalam pengawasan dan deteksi dini wabah saat upaya pengendalian malaria semakin intensif menuju ke fase eliminasi.

Dengan demikian, alat diagnostik baru dan inovatif sangat dibutuhkan, terutama mengingat banyak masalah yang muncul terhadap keefektifan beberapa alat yang tersedia saat ini.

 

Sumber gambar: https://www.scidev.net/